Banda Aceh – Pemerintah Aceh melalui Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh menggelar diskusi umum bersama lembaga nasional yang bergerak pada isu inovasi kebijakan dan tata kelola yang dikenal dengan nama Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG). Diskusi ini berlangsung pada Jumat (27/5/2022) bertempat di Ruang Rapat Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh. T. Robby Irza selaku Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh memimpin langsung kegiatan diskusi tersebut.
Untuk diketahui bersama Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) merupakan lembaga nasional yang sudah berdiri sejak tahun 2010 dengan fokus utamanya adalah pada isu-isu infromasi dan tata kelola. Saat ini CIPG telah bermitra bersama Kemendagri, Kemenperin dan Kemenristek. Ferzya Farhan selaku Direktur Operasional mengungkapkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk berinvestasi dalam perlindungan lingkungan dimulai pada tahun 2009 ketika Kementerian Keuangan merancang kebijakan fiskal dan membuat strategi ekonomi untuk perubahan iklim.
Ferzya menambahkan diskusi ini juga bertujuan untuk memahami inisiatif yang dilakukan Pemerintah Provinsi Aceh dalam upaya pelestarian lingkungan di Provinsi Aceh khususnya kawasan ekosistem Leuser, memahami praktik pembelajaran dari program-program yang diusung pemerintah dalam pelestarian di Aceh serta mengindentifikasi kebijakan terkait pendanaan pelestarian lingkungan di Aceh.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh Abdul Hanan yang turut hadir dalam rapat tersebut, menyampaikan bahwa Kawasan Ekositem Leuser (KEL) adalah area permukiman, perkebunan yang memiliki kewenangan sendiri terkait pengelolaan hutan dengan luas areanya mencapai 320 ribu hektar. Selain itu, secara keseluruhan KEL bukanlah kawasan hutan yang forbidden melainkan terdapat 512 pusat desa sehingga menjadi pemahaman bersama bahwa KEL tidak seluruhnya ditutupi oleh hutan belantara sehingga ada keberadaan masyarakat dan fasilitas pemerintah diatasnya termasuk memanfaatkan ekonomi alternatif yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat setempat.
Terkait tata kelolanya Hanan menyampaikan saat ini Kementerian ATR/BPN sedang mendorong untuk penyelesaian RTR KSP (Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi) sebagai mandat dari perundang-undangan tata kelola tersebut.
Hanan juga menjelaskan, Keberadaan cakupan hutan Aceh yang mencapai 3,1 juta hektar merupakan hasil kerja keras dari Pemerintah Aceh melalui Undang-Undang yang berlaku terkait dengan pengelolaan hutan Aceh. Data kehilangan cakupan hutan berkisar 25 ribu hektar/tahun. Namun setelah hadirnya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Aceh secara signifikan mengalami penurunan, dimana pada tahun 2020 kehilangan cakupan hutan hanya berkisar 1.1000 hektar/tahun. “ini merupakan apresiasi dan Inovasi yang dilakukan Pemerintah Aceh dalam mengawal kawasan hutan Aceh” jelas Hanan
Selain itu, Marthunis Kepala DPMPTSP Aceh yang turut hadir juga menambahkan bahan diskusi dari sisi investasi publik terhadap lingkungan yang berkelanjutan. Saat ini DPMPTSP sudah pernah membicarakan terkait kawasan Blang Bintang yang akan dibuat menjadi Green Area City dengan opsi Sustainable Financing, namun menjadi tantangan sendiri pada bagian project preparation. Tentunya Pemerintah Aceh tidak tinggal diam, terus bekerja keras mengupayakan agar project preparation segera diselesaikan sehingga Sustainable Financing dapat dicapai.
Selanjutnya, Robby menambahkan terkait dengan konsep Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi yang dikenal dengan TAPE sampai saat ini Pemerintah Aceh belum menerima apapun, meskipun upaya sudah dilakukan berulang kali. Demikian ujar Robby sekaligus menutup diskusi umum terkait investasi publik untuk pembiayaan lingkungan hidup yang berkelanjutan antara Pemerintah Aceh dengan lembaga CIPG tersebut.
Di akhir pertemuan, T. Robby Irza berharap agar diskusi ini mampu menjadi feedback bagi Pemerintah Aceh dan SKPA terkait. “Ini tentunya menjadi PR tersendiri bagi CIPG untuk mensuarakan terkait tata kelola Hutan di Provinsi Aceh yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dan penerapan dekonsentrasi di Aceh yang telah berkontribusi 23% Wilayah Tutupan Hutan di Sumatera. “Dalam hal ini untuk diteruskan secara independent kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Ini juga menjadi tantangan sendiri bagi kami Pemerintah Aceh,” Ujar Robby.[]
————————-
Sumber : https://biroadmpemb.acehprov.go.id/