Banda Aceh – Selasa, (21/05/2019) bertempat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Pelaksana program SRJS (Balai Syura Ureung Inong Aceh, WWF dan Forum Das Krueng Peusangan) bersama dengan staf DLHK Ace melaksanakan rapat lanjutan terkait dengan perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove yang ada di Aceh. Acara di buka oleh Sekretaris Dinas LHK Aceh Kariamansyah, S.Hut, M.P.
Dinas LHK Aceh mengharapkan semua pihak bekerjasama untuk mendorong pola pendanaan yang dapat terus dikembangkan sehingga tidak tergantung pada peran dan kewenangan Dinas LHK Aceh saja. KPH III juga ikut terlibat dan berperan sebagai pelaksana dan eksekutor di lapangan sebagai pengawas. Mekanisme kerjasama untuk pelestarian hutan mangrove di tiga Kab/Kota bertujuan agar tetap terjaganya dengan baik hutan mangrove yang sudah ada ini.
Muhammad Daud, S.Hut., M.Si selaku Kabid. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam menyampaikan bahwa “Pengelolaan hutan mangrove dari BRR sampai saat ini degradasinya sangat tergantung dengan sektor kehutanan. Pada saat udang windu harganya melambung tinggi, hutan mangrove banyak dikonversi menjadi tambak. Saat ini teregradasi karena maraknya pembuatan arang. Di Langsa dan Tamiang, ada masyarakat secara konvensional yang mengkonversi mangrove, ada kawasan yang dikelola mulai dari pembibitan sampai dengan pengawasan dan diawasi supaya tidak ditebang oleh pembuat arang”.
Terkait tatacara dan kerjasama pengelolaan mangrove secara kolaboratif perlu difikirkan, karena sudah ada qanun kerjasama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III (KPH III). Dorongan pembentukan pokja mangrove sebagai salah satu tujuan untuk memperkuat KPH III dan langsung pada Badan Pengelola Hutan Mangrove.
Ani Darliani mewakili Balai Syura Ureung Inong Aceh mempresentasikan aturan-aturan negara seperti Perpres nomor 73 tahun 2012 dan Pemko nomor 4 tahun 2017 sebagai dasar pembetukan pokja mangrove yang telah diusulkan sebelumnya. Pihak DLHK Aceh menyambut baik akan hal tersebut, dan berencana akan sama-sama ikut mendorong dan membentuk pokja mengrove se-provinsi, walaupun program SRJS hanya di wilayah Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang saja.
”kalau bisa, tidak hanya tiga Kab/Kota saja yang dibentuk pokjanya tapi seluruhnya walaupun di tempat lain mangrovenya tidak besar. karena Aceh rawan bencana, gelombang besar salah satunya dan mangrove ini jadi green belt. Jadi, lebih cocok ini kita susun untuk seluruh Aceh” imbuh M. Daud dalam rapat tersebut.
Niat baik ini akan segera dilaksanakan dan akan segera disampaikan kepada Kepala DLHK Aceh untuk segera disetujui dan segera diproses.[]
Sumber : Balai Syura Ureung Inong Aceh